Alasan Penghapus Pidana

Dalam hukum pidana ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi hakim untuk tidak menjatuhkan hukuman /pidana kepada para pelaku atau terdakwa. Yang diajukan ke pengadilan karena telah melakukan suatu tindak pidana. Alasan-alasan tersebut dinamakan alasan penghapus pidana.

Alasan penghapus pidana adalah peraturan yang terutama ditujukan kepada hakim. Peraturan ini menetapkan dalam keadaan apa seorang pelaku, yang telah memenuhi perumusan delik yang seharusnya dipidana, tidak dipidana. Hakim menempatkan wewenang dari membuat undang-undang untuk menentukan apakah telah terdapat keadaan khusus seperti dirumuskan dalam alasan penghapus pidana.

Alasan-alasan penghapus pidana ini adalah alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang sebenarnya tidak memenuhi rumusan delik, tetapi tidak dipidana. Berbeda halnya dengan alasan yang dapat menghapuskan penuntutan, alasan penghapus pidana diputuskan oleh hakim dengan menyatakan bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan hapus atau kesalahan pembuat hapus, karena adanya ketentuan undang-undang dan hukum yang membenarkan perbuatan atau yang memaafkan pembuat. Jadi dalam hal ini hak melakukan penuntutan dari Jaksa tetap ada, tidak hilang namun terdakwanya yang tidak dijatuhi pidana oleh hakim. Dengan kata lain undang-undang tidak melarang Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan tersangka pelaku tindak pidana ke sidang pengadilan dalam hal adanya alasan penghapus pidana. Oleh karena Hakimlah yang menentukan apakah penghapus pidana itu dapat diterapkan kepada tersangka pelaku tindak pidana melalui vonisnya. Sedangkan dalam alasan penghapus penuntutan, undang-undang melarang sejak awal Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan/menuntut tersangka pelaku tindak pidana ke sidang pengadilan.

Dalam hal ini tidak diperlukan adanya pembuktian tentang kesalahan pelaku atau tentang terjadinya perbuatan pidana tersebut (hakim tidak perlu memeriksa tentang pokok perkaranya). Oleh karena dalam putusan bebas atau putusan lepas, pokok perkaranya sudah diperiksa oleh hakim, maka putusan itu tunduk pada ketentuan pasal 76 KUHP.

Meskipun KUHP yang sekarang ini ada mengatur tentang alasan penghapus pidana, akan tetapi KUHP sendiri tidak memberikan pengertian yang jelas tentang alasan penghapus pidana tersebut. Pengertiannya hanya dapat ditelusuri melalui sejarah pembentukan KUHP (WvS Belanda). Dasar atau alasan penghapusan pidana secara umum dibedakan menjadi dua jenis, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf.

Ciri, Unsur dan Perbandingan Hukum

Ciri-Ciri Hukum :

  1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
  2. Peraturan itu dadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
  3. Peraturan itu bersifat memaksa
  4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut tegas
  5. Berisi perintah dan atau larangan.
  6. Perintah dan atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap orang.

Unsur-Unsur Hukum :

  1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
  2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan yang berwajib.
  3. Peraturan itu bersifat memaksa
  4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut tegas

Beberapa pengertian perbandingan hukum yaitu sebagai berikut :

  1. Rudolf B. Schlesinger, Perbandingan Hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu.
  2. Winterton, Perbandingan Hukum adalah suatu metoda yang membandingkan system-sistem hukum dan perbandingan tersebut menghasilkan data system hukum yang dibandingkan.
  3. Lemaire, Perbandingan Hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan (yang juga mempergunakan metoda perbandingan) mempunyai lingkup isi dari kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya, sebab-sebab dan dasar-dasar kemasyarakatannya.
  4. Zweigert dan Kotz, Perbandingan Hukum adalah perbandingan dari jiwa dan gaya dari system hukum yang berbeda-beda atau lembaga-lembaga hukum yang berbeda-beda atau penyelesaian masalah hukum yang dapat diperbandingkan dalam system hukum yang berbeda-beda.

Secara umum Perbandingan Hukum (rechtvergelijking) adalah suatu kegiatan membanding-bandingkan system hukum yang satu dengan system hukum yang lain ataupun membanding-bandingkan lembaga hukum (legal institution) dari suatu system hukum dengan lembaga hukum dari system hukum yang lain.

Perbandingan Hukum itu dapat dilakukan antara :

  1. Hukum tertentu pada masa lampau dengan hukum yang sama dengan hukum yang sedang berlaku pada masa sekarang.
  2. Hukum yang sifatnya descriptive dengan yang bersifat applied (praxis).
  3. Hukum Publik dengan hukum privat.
  4. Hukum tertulis dengan hukum yang tidak tertulis (hukum adat), dan lain sebagainya.

Secara garis besar tujuan dan kegunaan dari perbandingan hukum adalah sebagai berikut :

  1. Pemahaman akan hukum yang lebih baik;
  2. Membantu dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan dan badan reformasi hukum lainnya;
  3. Membantu pembentukan hukum dalam system peradilan;
  4. Membantu para pengacara untuk berpraktik;
  5. Berguna dalam hal hubungan perdagangan dan ekonomi dengan Negara lain.

Menurut Randall, Tujuan daripada perbandingan hukum diantaranya adalah :

  1. Usaha mengumpulkan berbagai informasi mengenai hukum asing.
  2. Usaha mendalami pengalaman-pengalaman yang dibuat dalam studi hukum asing dalam rangka pembaharuan hukum.

Menurut Van Apeldorn, Tujuan perbandingan hukum dibedakan dalam dua tujuan yang bersifat teroritis dan tujuan yang bersifat praktis. Tujuan yang bersifat teoritis menjelaskan hukum sebagai gejala dunia (universal) dan oleh karena itu ilmu pengetahuan hukum harus dapat memahami gejala dunia tersebut dan untuk itu harus dipahami hukum dimasa lampau dan hukum di masa sekarang. Tujuan yang bersifat praktis adalah merupakan alat pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaharuan hukum nasional serta memberikan pengetahuan mengenai berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada pembentuk undang-undang dan hakim.

Bertitik tolak pada fungsi perbandingan hukum yang fungsional tujuan mempelajari perbandingan hukum ada empat yaitu :

  1. Tujuan yang praktis, Tujuan yang praktis sangat dirasakan oleh para ahli hukum yang harus menangani perjanjian internasional.
  2. Tujuan Sosiologis adalah untuk mengobservasi suatu ilmu hukum yang secara umum menyelidiki hukum dalam arti ilmu pengetahuan.
  3. Tujuan politis adalah untuk mempertahankan “status quo” dimana tidak ada maksud sama sekali mengadakan perubahan mendasar dinegara berkembang.
  4. Tujuan yang bersifat pedagogis adalah untuk memperluas wawasan mahasiswa sehingga mereka dapat berpikir inter dan multi disiplin serta mempetajam penalaran di dalam mempelajari hukum asing.

Dalam Kongres Ilmu Pengetahuan Hukum tahun 1960, muncullah gagasan bahwa tujuan daripada Perbandingan Hukum adalah untuk tercapainya perundang-undangan yang bersifat umum. Pernyataan ini didasarkan pada bahwa dari perbedaan serta persamaan yang ada dalam berbagai system hukum didunia maka akan terbentuk suatu unifikasi hukum yang bersifat universal, seperti hukum perdata internasional, hukum dagang internasional dan sebagainya, yang didalamnya sudah mengadopsi dan memuat berbagai kepentingan dari berbagai Negara.

Asas Sebuah Putusan Pengadilan

Asas sebuah Putusan Pengadilan harus memenuhi hal-hal sebagai berikut (Vide Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG dan UU No. 4 Tahun 2004) :

  1. Menurut Dasar Alasan yang jelas dan Rinci menurut asas ini, putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi ketentuan ini dikategorikan putusan yang tidak cukup pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd).

Alasan-alasan hukum menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan (vide pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004 dan pasal 178 ayat (1) HIR) :

  1. Pasal-pasal tertentu peraturan
  2. Perundang-undangan
  3. Hukum kebiasaan
  4. Yurisprudensi
  5. Doktrin hukum

  1. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan Asas ini digariskan dalam pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189 ayat (2) RBG dan Pasal 50Rv.

Menurut ketentuan ini, putusan yang dijatuhkan pengadilan harus secara total dan menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap gugatan yang diajukan. Hakim tidak boleh hanya memeriksa dan memutus sebagian saja, dan mengabaikan gugatan selebihnya.

  1. Tidak Boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan, Asas ini digariskan pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3) RBG dan Pasal 50 Rv.

Menurut ketentuan ini, putusan yang dijatuhkan pengadilan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan (ultra petitum partium). Hakim yang memutus melebihi tuntutan merupakan tindakan melampaui batas kewenangan (beyond the powers of this authority), sehingga putusannya cacat hukum. Larangan hakim menjatuhkan putusan melampaui batas wewenangnya, ditegaskan juga dalam putusan MA No. 1001 K/Sip/1972. Dalam putusan mengatakan bahwa hakim dilarang mengabulkan hal-hal yang tidak diminta atau melebihi dari apa yang diminta.

  1. Diucapkan di Sidang Terbuka Untuk Umum, menurut Pasal 20 UU No. 4 Tahun 2004, semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Tujuan dari ketentuan ini untuk menghindari putusan pengadilan yang unfair trial. Selain itu, menurut SEMA No. 4 Tahun 1974, pemeriksaan dan pengucapan putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila dilakukan dalam sidang pengadilan.

Dalam hukum acara perdata, putusan ditinjau dari aspek kehadiran para pihak terdiri atas ;

  1. Putusan Gugatan gugur, yakni penggugat tidak dating pada hari sidang yang ditentukan, yang tidak dapa dilakukan upaya hukum artinya final dan mengikat atau final and binding (vide Pasal 124 HIR dan Pasal 77 Rv);
  2. Putusan Verstek, yaitu apabila pada sidang pertama pihak tergugat tidak datang menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil oleh juru sita secara patut. Dalam putusan verstek tergugat dianggap secara murni dan bulat, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 174 HIR dan Pasal 1925 KUH Perdata;
  3. Putusan Contradictir, yaitu para pihak datang dalam pembacaan putusan atau salah satu pihak hadir pada saat pembacaan putusan.
  4. Putusan Sela, yaitu putusan sementara yang dijatuhkan sebelum putusan akhir (Vide Pasal 185 ayat (1) HIR dan Pasal 48 Rv);
  5. Putusan Akhir (Eind Vonnis), yaitu putusan yang diambil setelah melalui pemeriksaan pokok perkara. Putusan akhir dapat berupa, pertama – putusan tidak dapat diterima yakni menyangkut error in persona, surat kuasa, yuridiksi absolut dan relative, obscuur libel, gugatan premature, gugatan kadaluwarsa. Kedua – menolak gugatan penggugat. Ketiga – mengabulkan gugatan penggugat.

Source : PKPA

Pengelompokan Hukum

Hukum adalah keseluruhan norma oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan, dengan tujuan untuk mengadakan suatu mengikat bagi sebagian atau seluruh tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.

Hukum dapat dikelompokkan sebagai berikut :

  1. Hukum berdasarkan bentuknya, adalah Hukum tertulis dan Hukum tidak tertulis.
  2. Hukum berdasarkan wilayah berlakunya adalah Hukum local, hukum nasional dan hukum internasional.
  3. Hukum berdasarkan fungsinya adalah Hukum materiil dan Hukum Formal.
  4. Hukum berdasarkan waktunya adalah Ius Constitutum, Ius Constituendum, Lex naturalis/Hukum alam.
  5. Hukum berdasarkan isinya adalah Hukum Publik, Hukum antar-waktu dan Hukum private. Hukum public sendiri dibagi menjadi Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana dan Hukum Acara. Sedangkan Hukum Private dibagi menjadi Hukum Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum Kekayaan, dan Hukum Waris.
  6. Hukum berdasarkan Pribadi adalah Hukum suatu golongan, Hukum semua golongan dan Hukum antar golongan.
  7. Hukum berdasarkan Wujudnya adalah Hukum Obyektif dan Hukum subyektif.
  8. Hukum berdasarkan sifatnya adalah Hukum yang memaksa dan Hukum yang mengatur.

System Hukum ialah suatu proses atau rangkaian hukum yang melibatkan berbagai alat kelengkapan hukum dan berbagai unsur yang terdapat didalamnya, mulai dari hukum itu dibuat, diterapkan, dan dipertahankan.

Asas- Asas dalam Hukum Acara Pidana dan Asas-Asas dalam Hukum Acara Perdata

Asas-asas dalam Hukum Acara Pidana, yaitu :

  1. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
  2. Presumption of innocent
  3. Equality before the law
  4. Pengadilan terbuka untuk umum kecuali diatur Undang-Undang
  5. Sidang pengadilan secara langsung dan lisan
  6. Asas akusatoir bukan inkusatoir (pelaku sebagai subjek bukan objek)
  7. Asas legalitas dan opotunitas (sebagai pengecualian)
  8. Tersangka / terdakwa wajib mendapatkan bantuan hukum
  9. Fair Trial (pengadilan yang adil dan tidak memihak)
  10. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap
  11. Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan dan penyitaan dengan perintah tertulis
  12. Ganti rugi dan rehabilitasi
  13. Persidangan dengan hadirnya terdakwa

Asas-asas dalam Hukum Acara Perdata, yaitu :

  1. Asas kebebasan Hakim
  2. Hakim bersifat menunggu
  3. Peradilan Terbuka untuk umum
  4. Asas hakim bersifat Pasif (Tut Wuri)
  5. Asas kesamaan (Audi et Alteram Partem)
  6. Asas Obyektivitas
  7. Putusan disertai alasan
  8. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan
  9. Beracara dikenakan biaya
  10. Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
  11. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan

Source : PKPA FHP Edulaw

Tanya Jawab Soal Pengantar Hukum Indonesia

  1. Uraikan Maksud karakteristik hukum Indonesia dan mengapa setiap negara mempunyai sistem hukum tersendiri yang membedakan dengan negara lain?

 Jawab :

 #Karakteristik system hukum suatu Negara yang dilandasi oleh nilai – nilai sosial budaya sebagai pencerminan dari falsafah bangsa. Karakteristik Negara Indonesia adalah :

  1. Asas Ketuhanan

Mengutamakan bahwa tidak boleh ada produk hukum nasional yang bertentangan dengan agama atau bermusuhan Negara atau menolak agama.

2. Asas kemanuasiaan

Mengutamakan bahwa hukum harus melindungi warga Negara dan menjunjung tinggi harkan dan martabat manusia.

3. Asas persatuan dan kesatuan

Hukum Indonesia merupakan hukum nasional yang berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia.

4. Asas demokrasi

Mengamanatkan bahwa hubungan antara hukum dengan kekuasaan, kekuasaan harus tunduk kepada hukum bukan sebaliknya.

5. Asas keadilan sosial

Mengamanatkan bahwa semua warga Negara mempunyai hak yang sama dan semua orang sama dihadapan hukum.

# Sistem pemerintahan setiap negara berbeda satu sama lain, hal ini menyebabkan model sistem pemerintahan suatu negara yang efektif tidak menjamin sesuai dengan iklim sistem pemerintahan di negara lain. Faktor historis menjadi variabel krusial karena setiap negara sudah pasti mempunyai pengalaman historis yang berbeda-beda. Pengalaman historis yang demikian membentuk karakter rakyat dan identitas suatu negara. Oleh karena itu, jika terdapat anggapan “Indonesia seharusnya belajar mengadopsi model sistem pemerintahan Amerika yang liberal menjamin kemajuan Indonesia layaknya Amerika”, hal itu merupakan asumsi dasar yang sama sekali keliru dan tidak masuk akal walaupun di dalamnya terdapat itikad baik.

 2. Uraikan pembagian kekuasaan negara RI menurut UUD 1945?

Jawab :

 Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang datang dari luar, diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini, semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.

 Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran Trias Politica karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara terdiri dari Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang, Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang, Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan mengadilinya

 Menurut UUD 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).

  1. Jelaskan perbedaan bentuk Negara Kesatuan dan Bentuk Negara Federal?

Jawab :

  1. Negara Kesatuan

 Negara ini juga disebut negara Unitaris. Ditinjau dari segi susunannya, negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari pada beberapa negara, seperti halnya dalam negara federasi, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, tidak ada negara di dalam negara. jadi dengan demikian di dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu di dalam negara tersebut.

 2. Negara Federasi

Negara federasi adalah negara yang tersusun dari pada beberapa negara yang semula berdiri sendiri-sendiri, yang kemudian negara-negara itu mengadakan ikatan kerjasama yang efektif, tetapi di samping itu, negara-negara tersebut masing ingin memiliki wewenang-wewenang yang dapat di urus sendiri. Jadi di sini tidaklah semua urusan itu diserahkan kepada pemerintahan gabungannya, atau pemerintah federal, tetapi masih ada beberapa urusan tertentu yang tetap di urus sendiri. Biasanya yang diserahkanitu yaitu : urusan-urusan yang diserahkan oleh pemerintah negara-negara bagian kepada pemerintahan federal, adalah urusan-urusan yang menyangkut  kepentingan-kepentingan bersama dari pada semua negara-negara bagian tersebut, misalnya urusan keuangan, urusan angkutan bersenjata, urusan pertahanan dan sebagai semacam itu. Hal ini di maksudkan untuk menjaga sampai terjadi kesimpang-siuran, serta supaya ada kesatuan, karena itu adalah menentukan hidup-matinya negara tersebut.

  1. Apa tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui bentuk pemerintahan suatu negara?

Jawab :

Pada dasarnya negara adalah sebuah organisasi. Seperti layaknya sebuah organisasi, negara memiliki anggota, tujuan dan peraturan. Anggota negara adalah warganya, tujuan negara biasanya tercantum dalam pembukaan konstitusinya (undang-undang dasar), sedang peraturannya dikenal sebagai hukum. Bedanya dengan organisasi yang lain, negara berkuasa di atas individu-individu dan di atas organisasi-organisasi pada suatu wilayah tertentu. Peraturan negara berhak mengatur seluruh individu dan organisasi yang ada pada suatu wilayah tertentu, sedangkan peraturan organisasi hanya berhak mengatur fihak-fihak yang menjadi anggotanya saja. Peraturan negara bersifat memaksa, bila ada yang tidak mematuhinya, negara mempunyai hak untuk memberikan sanksi, dari sanksi yang bersifat lunak (denda) sampai sanksi yang bersifat kekerasan (hukum bunuh misalnya).

Menurut kriteria susunan negara, negara dibedakan menjadi:

  1. Negara Kesatuan
  2. Negara serikat
  3. Presidensil
  4. Parlementer
  5. Demokrasi murni

  1. Jelaskan maksud asas legalistas dalam HAN dan apa pula maksud freies Emmesen?

Jawab;

Bahwa setiap tindakan pejabat administrasi harus ada dasar hukumnya (ada peraturan dasar yang melandasinya). Apalagi indonesia adalah negara hukum, maka asas legalitas yang paling utama dalam setiap tindakan pemerintah.

 Freies emmensen adalah kebebasan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam menyelesaikan persoalan yang memerlukan penanganan segera. Jadi dengan diberikannya freies ermessen tadi berarti sebagian kekuasaan yang dipegang oleh DPR sebagai badan legislatif dipindahkan ke dalam tangan pemerintah sebagai badan eksekutif.

  1. Uraikan Hakekat dan Fungsi HAN?

Jawab :

Hakekat HAN

  1. Memberikan perlindungan hokum kepada warga masyarakat.
  2. Mengatur wewenang atas tugas, fungsi, dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara.
  3. Menetapkan Norma – norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik

 Fungsi HAN

  1. Direktif sebagai pengarah dan membangun untuk menuntut masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
  2. Interaktif sebagai Pembina kesatuan bangsa.
  3. Stabilitatif sebagai pemelihara (terbasuk kedalamnya hasil – hasil pembangunan dan penjaga keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
  4. Perspektif sebagai penyempurnaan terhadap tindakan – tindakan administrasi Negara.
  5. Korektif baik terhadap warga maupun administrasi Negara untuk mendapatkan keadilan.

  1. Uraikan sifat hukum pidana dan apa saja yang termasuk kepentingan hukum seseorang yang dilindungi oleh hukum pidana?

Jawab :

 Sifat hukum pidana pidana

Sifat hukum pidana sebagai hukum publik antara lain dapat diketahui berdasarkan:

  1. Suatu tindak pidana itu tetap ada, walaupun tindakannya itu telah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari korbannya.
  2. Penuntutan menurut hukum pidana itu tidak digantungkan kepada keinginan dari orang yang telah dirugikan oleh suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain.
  3. Biaya penjatuhan pidana dipikul oleh negara sedangkan pidana denda dan perampasan barang menjadi menjadi penghasilan negara.

 Yang termaksud kepentingan hukum seseorang yang dilindungi oleh hukum pidana :

hak-hak individu (human rights) dan hak-hak masyarakat (communal rights). Selain tentu saja menjaga kepentingan politik Negara (state’s policy), dan dan kepentingan publik (public interest),tetapi disisi lain juga memproteksi kepentingan Negara (State’s policy).

HUKUM DAGANG (KUHD)

Sitabungadia's Blog

  1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan,Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.

KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal.

Hukum Dagang di Indonesia…

Lihat pos aslinya 4.854 kata lagi

Hukum Perusahaan

Hukum Perusahaan Secara Umum

Hukum perusahaan adalah salah satu bidang kajian dalam ilmu hukum yang sangat komprehensif. Hal ini disebabkan karena Hukum Perusahaan mengatur persoalan mengenai perseroran terbatas sebagai lembaga ekonomi yang memiliki tingkat fleksibilitas tinggi. Lembaga ini dapat mewadahi aktivitas ekonomi yang memiliki bentangan kompleksitas dari yang sangat sederhana yang melibatkan sedikit orang sampai dengan kompleksitas yang sangat tinggi yakni yang melibatkan ratusan bahkan puluhan ribu orang.

Secara umum, hukum perusahaan berkaitan  erat dengan pengaturan mengenai korporasi. Korporasi adalah subjek hukum buatan yang diciptakan yang diciptakan oleh negara untuk menjalankan kegiatan suatu perusahaan. Dengan demikian, yang menjadi perhatian utama dalam hukum perusahaan adalah korporasi terutama pada aspek subjek hukum  dan penyelenggaraan perusahaan.

Dalam hukum perusahaan, korporasi merupakan subjek hukum yang tidak dapat diinderai dan tidak berwujud yang bersifat terpisah dari pemiliknya. Dalam menjalankan perusahaan korporasi dapat membuat perjanjian (contracts), membeli atau menjual barang, menuntut atau dituntut oleh pengadilan, membuat perjanjian sewa menyewa dan membayar pajak sesuai dengan pengaturan dalam hukum perusahaan serta tetap harus tunduk pada hukum pidana. Hutang-hutang korporasi menjadi hutang-hutang perusahaan dan bukan hutang pribadi dari para pemiliknya (pemegang saham).

Jenis-Jenis Korporasi Dalam Hukum Perusahaan

Dalam hukum perusahaan, korporasi  dapat dibedakan berdasarkan kepemilikannya,yakni :

  • Korporasi milik negara (state corporation)
  • Korporasi milik swasta (private corporation)
  • Korporasi campuran, dimana modalnya berasal dari unsur negara dan swasta.

Selain itu, hukum perusahaan juga membedakan korporasi dari orientasi usahanya, yakni:

  • Korporasi yang berorientasi pada keuntungan (profit oriented)
  • Korporasi yang tidak berorientasi pada keuntungan (non-profit oriented)

Dilihat dari cakupan kepemilikannya, hukum perusahaan membedakan korporasi menjadi:

  • Korporasi terbuka
  • Korporasi tertutup

Hukum perusahaan juga membedakan korporasi berdasarkan jaringan usaha yang dikembangkan, sebagai berikut:

  • Korporasi nasional (local)
  • Korporasi Multinasional (transnasional)

Perkembangan Hukum Perusahaan

Hukum-PerusahaanEksistensi perseroan terbatas dalam hukum perusahaan diatur dalam pasal 36-56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Namun dalam perkembangannya, aturan dalam KUHD tersebut dianggap tidak dapat menampung dinamika dan perkembangan dunia bisnis. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk merespon perkembangan kebutuhan hukum perusahaan maka pemerintah memberlakukan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroran Terbatas.

Setelah diberlakukan selama kurang lebih 12 tahun, UU No. 1 Tahun 1995 dirasakan harus dilakukan berbagai perbaikan. Khususnya untuk mengakomodir perkembangan yang terjadi di masyarakat. Ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1995 dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum  dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang sudah berkembang pesat khususnya pada era globalisasi.

Disamping itu meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap hukum perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan publik, diantaranya adalah layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha sesuai dengann prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).

Melalui UU No. 40 Tahun 2007 telah dilakukan pengembangan pengaturan mengenai hukum perusahaan, terutama pengaturan mengenai perseroran terbatas, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan dan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dianggap masih relevan.

Untuk memudahkan anda mencermati perubahan peraturan yang berkaitan dengan hukum perusahaan, silahkan download peraturan hukum perusahaan tersebut melalui link berikut:

Download Hukum Perusahaan

sumber : statushukum.com

Hukum Islam

Hukum Islam di Indonesia

Hukum islam di Indonesia telah mengalami pasang surut. Pemberlakuan hukum islam di Indonesia senantiasa mengikuti dinamika politik hukum yang diterapkan oleh kekuasaan negara. Namun, hukum islam di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan dan berkesinambungan, melalui brbagai jalur dengan dukungan kekuatan sosial budaya yang berakar pada masyarakat Indonesia.

Salah satu faktor yang menyebabkan pasang surutnya pemberlakukan hukum islam di Indonesia adalah keanekaragaman pemahaman dan cara pandang umat islam terhadap hakikat hukum islam itu sendiri. Menurut M. Atho Mudzhar, perbedaan cara pandang umat islam terhadap hakikat hukum islam dapat dilihat dari empat aspek, yaitu : Fatwa-fatwa ulama, peraturan perundang-undangan di Ngeri muslim, keputusan-keputusan pengadilan agam dan kitab-kitab fiqh. Perbedaan sudut pandang pada keempat aspek tersebut telah memberikan pengaruh yang cukup besar dalam upaya pemberlakuan hukum islam di Indonesia.

Pemikiran Politik Hukum Islam di Indonesia

Transformasi hukum islam dalam sistem hukum nasional bukanlah sebuah hal yang mudah. Dibutuhkan dukungan dan partisipasi seluruh pihak dan lembaga-lembaga yang terkait. Politik hukum merupakan sebuah produk hasil interaksi para elit politik yang berbasis kepada berbagai kelompok sosial budaya dalam masyarakat.

Dalam proses interaksi politik tersebut, elit politik yang memiliki daya tawar (bargaining) yang kuat akan mendominasi, sehingga kepentingan yang diusungnya memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat ditransformasikan.

Pada masa orde baru, pengembangan hukum nasional diarahkan bagi kodifikasi dan unifikasi sesuai dengan kepentingan masyarakat Indonesia. Ketentuan tersebut tertuang dalam TAP MPR mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara dalalam kurun waktu 1973 sampai dengan tahun 1988. Ketentuan tersebut secara tidak langsung memberikan pengakuan terhadap hukum islam yang berpeluang untuk dikodifikasi dan ditransformasikan dalam sistem hukum nasional.

Salah satu contoh keberhasilan transformasi hukum islam dalam sistem hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan adalah dengan diberlakukannya Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pemberlkuan UU tersebut tentu saja tidak dapat dilepaskan dari peran para ulama, tokoh ormas, pejabat agama dan cendekiawan muslim dalam interaksi antar elit politik islam dengan elit kekuasaan pada masa itu.

Dinamika Politik Hukum Islam di Indonesia

Runtuhnya pemerintahan orde lama dan lahirnya pemerintahan orde baru tidak terlepas dari peranan kalangan pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam beberapa organisasi yang para anggotanya mayoritas muslim. Pada masa awal terbentuknya orde baru, dilakukan berbagai macam perubahan terhadap kecenderungan birokrasi pada masa orde lama yang dianggap tidak bertanggungjawab. Format politik pada masa orde baru bertumpu pada kekuatan militer dan birokrasi sebagai mesin politik yang bertugas menata kehidupan sosial dan mendorong pemerintahan orde sebagai satu-satunya kekuatan politik di Indonesia pada masa itu.

Berkembangnya pemerintahan orde baru juga telah turut merubah kiblat pembangunan yang semakin condong ke eropa barat dan amerika. Hal ini mengakibatkan kalangan cendekiawan dan intelektual muslim juga turut akrab dengan pemikiran-pemikiran yang yang bersumber dari eropa barat dan amerika.

Perubahan kiblat pembangunan tersebut membuat dilema di kalangan islam karena memberikan dukungan terhadap pemerintahan orde baru berarti turut serta dalam memberikan dukungan terhadap pemberlakuan gagasan dan pemikiran barat di Indonesia. Tetapi di sisi lain, menarik diri dari lingkaran orde baru akan membuat kalangan islam tidak dapat turut berperan serta dalam upaya transformasi hukum islam di Indonesia.

Dinamika politik di Indonesia tersebut, pada gilirannya melahirkan polarisasi di kalangan umat islam di Indonesia yang turut melemahkan proses transformasi hukum islam di Indonesia.

Gagasan Transformasi Hukum Islam di Indonesia

Negara Indonesia adalah negara yang menganut paham kedaulatan rakyat. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Rousseau yang menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan dan para warga negaranya. Kebebasan tersebut diatur dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh rakyat di negara tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka Undang-undang di suatu negara harus dibentuk berdasarkan kehendak umum dimana seluruh rakyat ikut berpartisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Di Indonesia, kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan melalui sebuah lembaga tertinggi negara yang dikenal dengan sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Secara konseptual transformasi hukum islam dalam sistem hukum nasional di Indonesia dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur konstitusional yang sejalan dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia. Proses kodiifikasi dan unifikasi hukum islam harus dirancang dan diarahkan untuk mewujudkan kepastian hukum (law inforcement) di Indonesia.

Produk Hukum Islam di Indonesia

Dinamika hukum islam dan proses transformasinya di Indonesia telah berjalan sinergis dengan dinamika politik di Indonesia terhitung sejak tahun 1970-an. Terdapat tiga bentuk umum peraturan perundang-undangan yang bermuatan hukum islam, antara lain: hukum islam yang secara formil dan materil menggunakan corak dan pendekatan keislaman, hukum Islam dalam proses  taqnin diwujudkan sebagai sumber materi muatan hukum di mana asas-asas dan pninsipnya menjiwai setiap produk peraturan dan perundang-undangan dan hukum Islam yang secara formil dan materil ditransformasikan secara  persuasive source dan authority source.

Berikut ini adalah beberapa produk peraturan perundang-undangan yang memiliki muatan materi hukum islam, yaitu:

  • Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan
  • Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (saat ini teah digantikan dengan UU No. 3 Tahun 2006)
  • Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Syariâ??ah (saat ini teah digantikan dengan UU No. 10 Tahun 1998)
  • Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
  • Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
  • Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Nangroe Aceh Darussalam
  • Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Selain peraturan perundang-undangan tersebut diatas, materi muatan hukum islam juga diatur dalam peraturan-peraturan lain dibawah undang-undang, antara lain:

  • Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Hukum Perkawinan
  • Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
  • Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil
  • Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
  • Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2000 tentang Penanganan Masalah Otonomi Khusus di NAD

Selain itu seiring dengan perkembangan konsepsi otonomi daerah di Indonesia, hukum islam juga telah banyak ditransformasikan menjadi Peraturan Daerah yang berlaku di beberapa daerah di Indonesia.

Artikel ini disadur dari Tulisan Didi Kusnadi, yang berjudulHukum Islam di Indonesia. Untuk memudahkan anda mengkaji lebih lanjut mengenai hukum islam, maka anda dapat mendownload peraturan terkait dengan hukum islam melalui link berikut ini:

Download Peraturan Terkait Hukum Islam :

sumber : statushukum.com

HUKUM

HUKUM DI INDONESIA

Renungan Bagi Aktivis Hukum Indonesia

Hukum adalah sepenggal kata yang saat ini sering menghiasi pembicaraan masyarakat dimana-mana. Bagi sebagian masyarakat, hukum merupakan sepenggal kata yang memberikan mereka garansi untuk tetap bertahan dalam dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dirasakan semakin hari, semakin tidak mampu memberikan harapan untuk hidup manusiawi. Sebagian masyarakat yang lain, menganggap hukum sebagai momok yang menakutkan, yang akan merenggut hak dan menghancurkan peluang mereka untuk dapat hidup layak, seperti yang dialami oleh masyarakat petani yang hidup di pelosok pedesaan saat bersengketa dengan perusahaan-perusahaan besar yang bermaksud mengambil alih lahan pertanian mereka.

Selain golongan masyarakat yang disebutkan  diatas, terdapat pula sebagian masyarakat yang menganggap hukum sebagai sesuatu yang sangat mereka butuhkan untuk mengembangkan kekuasaannya, yakni golongan yang memiliki akses  yang besar terhadap hukum sehingga dapat menjadikan hukum sebagai sarana  untuk menegakkan kekuasaan dan penguasaannya di bidang-bidang tertentu, seperti ekonomi dan politik.  Realitas dalam dinamika kehidupan dewasa ini menunjukkan secara nyata kepada kita semua bahwa golongan-golongan tersebut diatas memang nyata adanya.

Saya sendiri merupakan pribadi yang masih menyimpan harapan akan adanya perubahan dan perbaikan dinamika kehidupan bermasyarakat melalui reformasi dan penegakan hukum. Namun, saya bukan merupakan pribadi yang menganggap hukum sebagai sesuatu yang dapat berdiri sendiri sebagai sebuah sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat karena hukum sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh  dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya masyarakat.

 Hukum sangat rentan terhadap pengaruh dari aspek kehidupan yang lain bukan hanya karena disebabkan hukum merupakan buatan manusia. Namun karena hukum juga mengatur dan ditegakkan oleh manusia itu sendiri. Sekalipun kita mengadopsi peraturan hukum yang dibuat dari planet lainnya dan telah dianggap sangat sempurna, hukum tetap akan berbenturan dalam realitas kehidupan masyarakat karena penegak dan obyek yang diatur dalam hukum adalah manusia yang sarat dengan berbagai kepentingan ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain sebagainya.

Namun kondisi tersebut tidak semestinya membuat kita kehilangan harapan untuk hidup lebih baik. Saya sendiri beranggapan bahwa hukum adalah sesuatu yang selamanya akan dinamis dan berbenturan  dengan kehidupan masyarakat karena keadaan itulah yang akan selalu membuatnya eksis. Untuk menegakkan harapan hidup yang lebih baik, hukum bukan merupakan satu-satunya aspek kehidupan yang harus dituntut dan diperbaiki. Aspek kehidupan yang lain juga demikian. Semuanya harus terus didorong untuk diperbaiki  sesuai dengan tuntutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Mungkin hingga saat ini kita belum melihat adanya indikasi perubahan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Namun, hukum di Indonesia telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari waku ke waktu. Terus menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan masyarakat.

Mungkin diantara kita ada yang kurang sependapat  dengan uraian diatas karena adanya fakta bahwa dinamisasi hukum di Indonesia hingga saat ini justru menimbulkan adanya ketidakpastian hukum. Ketidakpastian hukum dapat mendorong terjadinya kekacauan. Kita sering mendengar bahwa adanya ketidakpastian hukum telah membuat para investor terutama sekali investor asing enggan untuk berinvestasi di Indonesia karena sering terjadi perubahan kebijakan termasuk perubahan peraturan perundang-undangan. Hal ini dapat menimbulkan goncangan terhadap proses kegiatan ekonomi dimana mereka berinvestasi.

Perubahan kebijakan dan dinamisasi peraturan sesuai dengan keadaan dan perkembangan masyarakat adalah sesuatu yang berbeda satu sama lain. Dinamisasi peraturan sesuai dengan keadaan dan perkembangan masyarakat adalah ditujukan untuk menyesuaikan gagasan ideal dengan realitas kondisi masyarakat pada saat tertentu. Ini berarti bahwa kita berupaya mendorong peraturan hukum agar lebih berpihak pada kepentingan mayoritas masyarakat dan bukan pada kepentingan segelintir orang. Tentunya kita juga tidak ingin apabila proses investasi ekonomi pada bidang tertentu justru menyengsarakan masyarakat karena tujuan pendirian negara ini salah satunya adalah mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Hukum dengan segala materi muatan yang diatur didalamnya telah berkembang menjadi sesuatu yang sangat kompleks. Dia telah mengatur dirinya sendiri bagaimana dia harus dibentuk dan bagaimana dia harus ditegakkan. Sangat penting bagi kita untuk terus mengevaluasi efektifitas sebuah peraturan hukum dalam mengatur masyarakat. Hasil evaluasi tersebut dapat menjadi masukan bagi pengembangan hukum itu sendiri di masa-masa yang akan datang.

Tulisan ini hanya dimaksudkan sebagai bahan bacaan  atau mungkin dapat dijadikan sebagai bahan renungan bersama dalam memandang hukum dan kedudukannya di tengah-tengah masyarakat. Agar kita tidak salah menjadikan hukum sebagai satu-satunya kebenaran yang tidak dapat diubah dan di dinamisasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

sumber : statushukum.com